BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif
untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini.
Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi juga banyak
dialami oleh penderita dan keluarganya. Tingginya stigma masyarakat terhadap
penderita HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal
pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat
turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan
vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang
tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril,
transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang
dikandungnya (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007).
Berdasarkan laporan dari tahun ke tahun kasus AIDS
menunjukkan trend peningkatan yang terus-menerus. Menurut laporan dari
WHO (World Health Organization) pada akhir tahun 2009, 33,3 juta orang
hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang meninggal karenanya. Dari laporan Ditjen PP
dan PL Kemerdekaan RI juga dapat dilihat jumlah kumulatif kasus AIDS di
Indonesia sampai dengan akhir Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus.
Beberapa topik yang menarik didiskusikan ketika kita
berbicara tentang HIV/ AIDS antara lain : aspek etika dan hukum pengelolaan
informasi kesehatan pasien HIV/ AIDS; kondom sebagai alat pencegahan;
pemberantasan tempat-tempat transaksi seks; dan perlindungan hukum dan Hak
Asasi Manusia bagi seorang mengidap HIV/ AIDS, dan yang akan dikupas dalam
paper ini adalah topik yang terakhir.
B. Tujuan
A. Untuk mengetahui
situasi HIV/ AIDS di Indonesia
B. Untuk mengetahui
aspek hukum HIV/ AIDS
C. Untuk mengetahui
bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pengidap HIV/ AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Situasi
HIV/ AIDS di Indonesia
Sejak tahun 1987 kasus HIV/AIDS di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang mengkhawatirkan bila dilihat dari segi jumlah dan
cara penularan.
Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan dan diidentifikasi pada seorang
laki-laki asing di Bali yang kemudian meninggal pada April 1987. Pada Juni 1988
di tempat yang sama juga ditemukan orang Indonesia pertama yang meninggal
karena AIDS. Kasus ini kemudian mulai menjadi perhatian terutama oleh kalangan
tenaga kesehatan.
Dari hasil pemeriksaan darah yang dilakukan pada
sekitar tahun 1990 di berbagai ibukota propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
infeksi HIV telah menyebar ke berbagai propinsi meskipun prevalensinya masih
rendah. Pemeriksaan sekitar 10.500 darah donor yang diperiksa hasilnya ternyata
negatif. Gejala-gejala meningkatnya infeksi HIV di Indonesia mulai nyata ketika
pemeriksaan darah donor pada tahun 1992/1993 menunjukkan HIV positif pada 2
diantara 100.000 donor darah yang kemudian meningkat menjadi 3 per 100.000
donor darah pada tahun 1994/1995.
Perubahan epidemi HIV AIDS terjadi pada tahun 2000
dimana kasus meningkat secara nyata diantara pekerja seks dan bervariasi dari
satu daerah ke daerah lain. Di Tanjung Balai Karimun, Propinsi Riau hanya
ditemukan 1 % pada 1995/1996 kemudian meningkat menjadi lebih dari 8,38%, pada
tahun 2000. Prevalensi HIV pada pekerja seks di Irian Jaya (Merauke) sebesar
26,5%, di DKI Jakarta (Jakarta Utara) sebesar 3,36% dan di Jawa Barat sebesar
5,5%. Pada tahun yang sama, hampir semua propinsi di Indonesia telah melaporkan
infeksi HIV. Meskipun prevalensi HIV secara umum masih rendah, tetapi Indonesia
digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated
level epidemic) karena terdapatnya kantong-kantong epidemi dengan
prevalensi yang lebih dari 5% dari sub-populasi tertentu.
Pada tahun 1999 terjadi fenomena baru dalam penularan
HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada penyalahguna Napza suntik.
Penularan HIV diantara penyalahguna Napza suntik terjadi sangat cepat karena
penggunaan jarum suntik bersama. Pada tahun 1999, 18% dari para penyalahguna
Napza yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang
terinfeksi HIV dan meningkat menjadi 40% pada tahun 2000 dan 48% pada tahun
2001. Sedangkan pada tahun 2000 di Kampung Bali di Jakarta 90% dari
penyalahguna Napza suntik terinfeksi HIV.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1996
sampai dengan tahun 2002 terjadi peningkatan kasus hampir 17,5%. Pada tahun
1996 hanya 2,5 % dari kasus AIDS melalui Napza suntik, dan pada tahun 2002
sudah hampir 20 %.
Dalam 16 tahun terakhir sampai dengan akhir tahun 2002
telah dilaporkan sebanyak 1.016 kasus AIDS. Jumlah yang tercatat tersebut
sebenarnya jauh lebih kecil dari prevalensi yang sesungguhnya, karena adanya
fenomena gunung es. Pada tahun 2002 diperkirakan jumlah orang yang terinfeksi
HIV berkisar antara 90.000-130.000 orang. (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS
2003-2007).
Sedangkan data
terbaru yang diperoleh dari laporan Ditjen PP dan PL Kemerdekaan RI, jumlah
kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut jenis kelamin sampai dengan akhir
Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus dimana kasus ini paling banyak ditemukan dan
pada jenis kelamin laki-laki (19.139 kasus) dan pada kelompok umur 20-49 tahun
(23.225 kasus). Hal ini tentu menjadi hal yang memprihatinkan mengingat
kelompok umur ini merupakan usia produktif.
B. Tinjauan
tentang Aspek Hukum HIV/ AIDS
Sejak ditemukannya kasus AIDS yang pertama
di Bali pada tahun 1987, pemerintah Indonesia sudah menyadari bahwa aspek hukum
menjadi urgen dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/ AIDS. Akan tetapi
legalisasi untuk mendapatkan suatu peraturan perudangan membutuhkan proses yang
panjang dan tidak sederhana.
Sejalan dengan perkembangan epidemi HIV/ AIDS baik
skala global maupun skala nasional, maka sejak tahun 1994, Pemerintah Republik
Indonesia telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1994
tanggal 30 Mei 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS. Berdasarkan Keppres
tersebut, dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan
untuk:
1. Melakukan upaya pencegahan
dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan/atau strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang
dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa;
2. Meningkatkan kewaspadaan
masyarakat terhadap bahaya AIDS dan meningkatkan pencegahan dan/atau
penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeluruh, terpadu dan
terkoordinasi.
Untuk mengejawantahkan tujuan Keppres 36 Tahun 1994
maka Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang ditunjuk sebagai
Ketua Komisi Penanggulangan AIDS, menerbitkan Keputusan Nomor:
9/KEP/MENKO/KESRA/VI/1994 tanggal 16 Juni 1994 tentang Strategi Nasional
(STRANAS) Penanggulangan AIDS di Indonesia. Adapun tujuan yang diusung STRANAS
dalam penanggulangan HIV dan AIDS adalah:
1. Mencegah penularan virus HIV
dan AIDS.
2. Mengurangi sebanyak mungkin
penderitaan perorangan serta dampak sosial dan ekonomis dari HIV dan AIDS di
seluruh Indonesia.
3. Menghimpun dan menyatukan
upaya-upaya nasional untuk penanggulangan HIV dan AIDS.
Seiring pergerakan dan kecendrungan epidemi HIV dan
AIDS maka pada tahun 2003, Komisi Penanggulangan AIDS menerbitkan STRANAS
Pencegahan dan Penanggulangan HIV tahun 2003-2007 yang dirancang untuk sedapat
mungkin mengakomodir seluruh perkembangan yang ada di dunia, terutama
perkembangan dalam pertemuan Sidang Umum PBB, dikenal dengan Unitetd Nation
General Assembly Special Session (UNGASS) yaitu satu pertemuan negara-negara
anggota PBB dalam rangka membahas upaya global pencegahan dan penanggulangan
HIV dan AIDS, tanggal 25-27 Juni tahun 2001. Hasil dari pertemuan tersebut
didokumentasikan sebagai Deklarasi Komitmen Sidang Umum PBB tentang HIV dan
AIDS dan Pemerintah Indonesia ikut menandatanganinya.
Segera setelah itu, pada bulan Maret tahun 2002,
dilaksanakan Rapat Kabinet yang khusus membahas laju perkembangan epidemi HIV
dan AIDS di dunia umumnya dan di Indonesia khususnya sekaligus merekomendasikan
langkah-langkah strategis yang harus dilaksanakan dalam rangka menekan laju
epidemi global ini. Langkah-langkah strategis sebagaimana dimaksud di atas,
dituangkan dalam STRANAS 2003-2007.
Strategi Nasional 2003-2007 disusun dengan
memperhatikan kecenderungan epidemi HIV dan AIDS, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tentang pengobatan, dan perubahan sistem pemerintahan ke arah
desentralisasi. Secara umum Strategi Nasional yang baru telah menggambarkan
secara komprehensif segala hal yang diperlukan demi suksesnya upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dalam
penetapan area prioritas yang meliputi: (1) Pencegahan HIV dan AIDS, (2)
Perawatan, Pengobatan dan Dukungan terhadap ODHA, (3) Surveilans HIV dan AIDS
dan IMS, (4) Penelitian, (5) Lingkungan Kondusif, (6) Koordinasi Multipihak dan
(7) Kesinambungan Penanggulangan (Simplexius Asa, dkk, 2009).
C. Perlindungan
Hukum dan HAM terhadap Pengidap HIV/AIDS
Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS tidak
dapat dipisahkan dari aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM). Permasalahan
pokok yang menyangkut hukum berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS adalah
bagaimana menyeimbangkan antara perlindungan kepentingan masyarakat dan
kepentingan individu pengidap HIV dan penderita AIDS (Indar, 2010).
Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat
penting dan ikut berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan
yang dilaksanakan. Telah diketahui bahwa salah satu sifat utama dari fenomena
HIV & AIDS terletak pada keunikan dalam penularan dan pencegahannya.
Berbeda dengan beberapa penyakit menular lainnya yang penularannya dibantu
serta dipengaruhi oleh alam sekitar, pada HIV & AIDS justeru penularan dan
pencegahannya berhubungan dengan dan atau tergantung pada perilaku manusia.
Perilaku manusia selalu bersentuhan dengan hukum dan
HAM. Hukum adalah suatu alat dengan dua fungsi utama, yakni sebagai social
control dan social engineering. Sebagai social
control, hukum dipakai sebagai alat untuk mengontrol perilaku tertentu
dalam masyarakat sehingga perilaku tersebut tidak merugikan diri sendiri dan
anggota masyarakat lainnya.
Sebagai social engineering, hukum dijadikan sebagai alat yang dapat merekayasa sebuah masyarakat sesuai keinginan dan cita-cita hukum (Asa, Simplexius, 2009).
Sebagai social engineering, hukum dijadikan sebagai alat yang dapat merekayasa sebuah masyarakat sesuai keinginan dan cita-cita hukum (Asa, Simplexius, 2009).
Terdapat dua hak asasi fundamental yang berkaitan
dengan epidemi HIV/ AIDS yaitu : hak terhadap kesehatan dan hak untuk bebas
dari diskriminasi. Dibandingkan dengan hak terhadap kesehatan, jalan keluar
dari masalah diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS ini jauh lebih kompleks
dan sulit.
Pada banyak kasus, penderita akhirnya bisa berdamai
dengan kenyataan bahwa mereka memang mengidap HIV dan mungkin akan meninggal
dengan dan karena AIDS. Akan tetapi penderitaan yang lebih parah justru dialami
karena adanya stereotype yang dikenakan kepada mereka. Orang terinfeksi acap
kali dihubungkan dengan orang terkutuk (amoral) karena perilakunya yang
menyimpang dan memang harus menanggung penderitaan sebagai karma atas
dosa-dosanya. Tidak hanya dalam bentuk stereotip tetapi di banyak tempat
ditemukan pula berbagai pelanggaran HAM berupa stigmatisasi dan diskriminasi,
bahkan juga penganiayaan dan penyiksaan. Pelbagai pelanggaran HAM dan hukum
sebagai yang tergambar di atas pada akhirnya merupakan fakta sosial yang
menjadi bagian dari penderitaan orang terinfeksi bahkan merupakan penyebab
sekunder/non medis bagi kematian mereka.
Dalam pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009
dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Permasalahan HIV dan AIDS
sangat terkait dengan hak atas kesehatan. Hak atas kesehatan adalah aset utama
keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan adanya pemenuhan
atas hak yang lain, seperti pendidikan dan pekerjaan. Secara garis besar di
dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita HIV/ AIDS diatur
mengenai :
- Hak
atas pelayanan kesehatan
Undang-Undang Kesehatan mewajibkan
perawatan diberlakukan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali termasuk penderita
HIV AIDS. Dalam Pasal 5 UU Kesehatan dinyatakan bahwa terdapat kesamaan
hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.Tugas pemerintah dalam
hal ini untuk menyediakan tenaga medis, paramedik dan tenaga kesehatan lainnya
yang cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan
menjamin ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan sehingga tercapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan
serta jaminan ketersediaan obat dan alat kesehatan diatur dalam UU Kesehatan
dan berlaku juga bagi penderita HIV/AIDS.
- Hak
atas informasi
Pasal 7 UU
Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8.
Peningkatan pendidikan untuk menangani HIV dan AIDS termasuk metode pencegahan
dan penanggulangan HIV dan AIDS serta peningkatan pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya pencegahan dan penyebaran HIV dan AIDS, misalnya melalui penyuluhan
dan sosialisasi merupakan upaya dalam memberikan informasi
mengenaiHIV/AIDS.
- Hak
atas kerahasiaan
Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur
dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya.
Selain itu UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam
medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.
Rahasia
Medis itu bersifat pribadi, hubungannya hanya antara dokter - pasien.
Ini berarti seorang dokter tidak boleh mengungkapkan tentang rahasia
penyakit pasien yang dipercayakannya kepada orang lain, tanpa seizin si pasien.
Masalah HIV / AIDS banyak sangkut pautnya dengan Rahasia Medis sehingga kita
harus berhati hati dalam menanganinya.
Dalam mengadakan peraturan hukum, selalu
terdapat dilema antara kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan.
Seringkali harus dipertimbangkan kepentingan mana yang dirasakan lebih berat.
Dalam sistim Demokrasi, hak asasi seseorang harus diindahkan, namun hak asasi
ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari hak asasi seseorang
adalah hak asasi orang lain didalam masyarakat itu. Jika ada pertentangan
kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah terhadap kepentingan masyarakat
banyak.
- Hak
atas persetujuan tindakan medis
Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur
tentang persetujuan tindakan medis atau informed consent. Masalah AIDS juga ada
erat kaitannya dengan Informed Consent. Merupakan tugas dan
kewajiban seorang dokter untuk
memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang diderita pasien dan
tindakan apa yang hendak dilakukan, disamping wajib merahasiakannya. Pada pihak
lain kepentingan masyarakat juga harus dilindungi.
Semua tes HIV harus mendapatkan informed
consent dari pasien setelah pasien diberikan informasi yang cukup tentang tes,
tujuan tes,implikasi hasil tes positif ataupun negatif yang berupa konseling
prates.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
-
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
-
Kasus AIDS menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun dan berdasarkan
laporan Ditjen PP dan PL Kemerdekaan RI, jumlah kumulatif kasus AIDS di
Indonesia sampai dengan akhir Juni 2011 sudah sebanyak 26.483 kasus.
-
Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut
berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan HIV/ AIDS yang
dilaksanakan.
-
Terdapat dua hak asasi fundamental yang berkaitan dengan epidemi HIV/ AIDS
yaitu : hak terhadap kesehatan dan hak untuk bebas dari diskriminasi.
-
Secara garis besar di dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita
HIV/ AIDS diatur mengenai : hak atas pelayanan kesehatan, hak atas informasi,
hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis.
-
Agar pemerintah menjamin dan melindungi hak-hak penderita HIV/ AIDS sama
seperti terhadap warga negara lainnya.
-
Agar Kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan secara
terpadu melalui upaya peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penularan,
pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk pemberdayaan orang dengan HIV dan
AIDS serta keluarganya.
-
Perlunya penyebaran informasi dan pengetahuan yang cukup kepada masyarakat agar
para penderita HIV/ AIDS dapat diterima dengan lebih wajar di tengah masyarakat
dan tidak diperlakukan secara diskriminatif.
-
Agar penderita HIV/ AIDS diperlakukan sebagai orang yang sakit bukan orang yang
membawa penyakit.
@baymuzaqir
Created : Akbar Muzaqir
2 komentar:
thank nice infonya, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2qix4Hb
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....
Posting Komentar