Senin, 10 Desember 2012

Kritikan Untuk Anggota DPR !

Kinerja DPR sangat tidak memuaskan dan jauh dari harapan rakyat banyak.
Apa yang dilakukan anggota DPR hanya rutinitas semata. Tak ada yang signifikan dan penting. Lebih banyak ramai di publik untuk berwacana, tetapi sangat miskin hasil yang konkrit.
Hal itu karena kepentingan partai sangat dominan, ketimbang kepentingan rakyat. Akibatnya, banyak kasus besar yang mereka bahas tak selesai, tetapi hilang begitu saja tanpa tindak lanjut yang konkrit.
"Rakyat  terus mereka bohongi dengan wacana yang mereka ciptakan di publik agar terlihat seolah-olah mereka bekerja. Padahal semuanya hanya fatamorgana. Semua hanya bagian dari upaya pencitraan,"
hal yang sama terjadi dalam masalah regulasi atau pembuatan UU. Regulasi yang dihasilkan kualitasnya tidak memadai, banyak sekali yang tak sinkron dan harmonis, baik di antara pasal-pasal dan ayat-ayat di dalamnya, maupun dengan regulasi lain yang berkaitan.

Kondisi itu juga terjadi tidak hanya karena kepentingan partai lebih dominan dalam hal pembuatan regulasi, tapi juga karena kualitas individu anggota DPR banyak yang under capacity. Kehadiran mereka di DPR lebih sebagai sebuah proses belajar, daripada pengabdian kepada rakyat.
Saya kira DPR kita tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang merupakan pergumulan rakyat banyak. Laporan-laporan masyarakat juga agak minim yang diadvokasi oleh DPR. Kecuali yang berkaitan langsung dengan kepentingan mereka untuk masuk lagi sebagai anggota DPR dalam periode berikutnya,"
satu indikator buruknya kinerja regulasi DPR adalah banyaknya gugatan di MK yang kemudian dikabulkan. Belum lagi ada komentar sejumlah anggota DPR di publik yang banyak tak sesuai dan tak konsisten.

Hari ini bisa begini, besok sudah lain lagi. Ketidakkonsistenan ini membuat rakyat muak dengan DPR.  Bahkan Ketua DPR Marzuki Ali banyak membuat hal-hal yg keliru. Banyak omongannya yang semestinya tak perlu dan malah menunjukkan bahwa beliau tak layak menjadi Ketua DPR.
"Terakhir komentar Marzuki Ali dalam konteks Pilkada DKI yang sangat tendensius soal SARA karena beliau mengatakan bahwa pilihlah gubernur Islam,"
Ke depan, ia menyarankan DPR sebaiknya lebih fokus dalam tugas pokoknya. Jangan terlalu sibuk dengan urusan wacana publik dan pencitraan. Kondisi itu untuk menciptakan kualitas output yang lebih baik, khususnya berkaitan dengan regulasi yang dihasilkan.

Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 tak lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Bahkan, bagi pengamat hukum tata negara, Refly Harun, kinerja DPR saat ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan kinerja DPR periode sebelumnya pada tahun pertama periodenya.
Hal ini terlihat dari kerja legislasi yang mandul dan tak mencapai target, pengawasan yang overacting tetapi tak substansial, serta fungsi penganggaran (budgeting) termasuk wilayah abu-abu yang sering diwarnai transaksi gelap. Dari target merampungkan 70 rancangan undang-undang (UU), DPR periode ini hanya mampu menyelesaikan 16 UU.
”Di sisi lain di tengah kinerja yang sedemikian buruk, DPR meminta reward berupa gedung baru. DPR sedang mempertontonkan paradoks,”

Padahal, DPR periode ini seharusnya mampu bekerja lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pasalnya, fasilitas untuk anggota DPR sekarang lebih baik dari sebelumnya. Setiap anggota DPR memiliki satu atau dua staf ahli dan ajudan. Pada tahun pertama DPR periode sebelumnya, staf ahli baru ada di tingkat fraksi. Tahun pertama, DPR periode 2004- 2009 dapat menghasilkan UU dalam jumlah yang lebih kurang sama dengan yang dihasilkan DPR saat ini.
Di bidang pengawasan, saya menilai DPR terlalu overacting Dan diduga ada kepentingan yang bermain di balik pelaksanaan fungsi pengawasan itu.

Saya juga menilai DPR sekarang tidak layak lagi menjadi wakil rakyat. DPR membuat garis demarkasi yang jelas antara suara rakyat dan suara DPR. Aspirasi rakyat tidak pernah sampai dan didengarkan.
buruknya mekanisme di DPR. DPR saat ini seperti melaju sendirian, tak memiliki lembaga pengawas. Tidak ada sistem check and balances untuk kebijakan yang diambil secara kelembagaan. Karena itu, dia mengusulkan pembentukan sistem check and balances secara internal, yaitu dengan memfungsikan kamar kedua atau Dewan Perwakilan Daerah dalam fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Pengawasan yang bisa dilakukan hanya pengawasan yuridis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun, keduanya hanya terkait dengan tindak pidana, bukan kebijakan.
perilaku wakil rakyat yang buruk kian memperburuk wajah dan kinerja DPR. Sementara tiga tugas DPR, yaitu legislasi, pengawasan, dan penganggaran, justru terbengkalai.
”Wibawa DPR kian merosot, bahkan dilecehkan. Rakyat selalu melihat DPR secara negatif,”

0 komentar:

Posting Komentar

 
;