Minggu, 03 Maret 2013

Victim



Jenis jenis korban :

Konggres PBB ketujuh telah mengelompokkan macam-macam korban sebagai berikut:

  1. Korban kejahatan konvensional adalah korban yang diakibatkan oleh tindak pidana biasa atau kejahatan biasa misalnya, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan lain-lain;
  2. Korban non-konvensional adalah korban kejahatan yang diakibatkan oleh tindak pidana berat seperti terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika secara tidak sah, kejahatan terorganisir dan kejahatan computer;
  3. Korban kejahatan akibat penyalahgunaan kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap hak asasi manusia alat penguasa termasuk penangkapan serta penahanan yang melanggar hukum dan lain sebagainya.



Pengelompokan atas macam-macam korban tersebut didasarkan atas perkembangan masyarakat. Terhadap korban kategori ketiga adanya korban penyalahgunaan kekuasaan berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian sejak viktimologi diperkenalkan sebagi suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji permasalahan korban serta segala aspeknya, maka wolfgang melalui penelitiannya menemukan bahwa ada beberapa macam korban yaitu:

  • Primary victimization, adalah korban individual/perorangan bukan kelompok;
  • Secondary Victimization, korbannya adalah kelompok, misalnya badan hukum;
  • Tertiary Victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;
  • Non Victimozation, korbannya tidak dapat segera diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan hasil peroduksi.   Uraian mengenai macam-macam korban diatas maka dapat dipahami bahwa korban pada prinsipnya adalah merupakan orang yang mengalami penderitaan karena suatu hal yang dilakukan oleh orang lain, institusi atau lembaga dan structural. Yang dapat menjadi korban bukan hanya manusia saja, tetapi dapat pula badan hukum atau perusahaan, Negara, asosiasi, keamanan, kesejahteraan umum dan agama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siapa saja dapat menjadi korban, dengan kata lain semua orang berpotensi menjadi korban dan begitu pula sebaliknya semua orang berpotensi untuk menimbulkan korban.



3. Tipologi Korban

Untuk memahami peran korban, harus dipahami pula tipologi korban yang dapat diidentifikasi dari keadaan dan status korban. Tipologi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan korban, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam hal ini tanggungjawab sepenuhnya terletak pada pelaku.
  • Provocative Victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya kasus selingkuh, dimana korban juga sebagai pelaku.
  • Participating Victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
  • Biologically weak Victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan atau potensi untuk menjadi korban, misalnya orang tua renta, anak-anak dan orang yang tidak mampu berbuat apa-apa.
  • Socially Weak Victims, Yaitu mereka yang memiliki kedudukan social yang lemah yang menyebabkan mereka menjadi korban, misalnya korban perdagangan perempuan, dan sebagainya.
  •  Self Victimizing, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri, pengguna obat bius, judi, aborsi dan prostitusi.   
Kasus : Viktimologi



Permasalahan sosial tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada si korban baik secara fisik maupun psikis korban tersebut. Akibat penganiayaan fisik yang jelas menderita sakit badaniah contoh: penganiayaan yang dilakukan oleh suami di Surabaya yang menyiramkan air panas ke muka istrinya yang berakibat fatal wajah istrinya tersebut menjadi melepuh. Penganiayaan – penganiayaan yang juga dilakukan oleh orang tua kepada anak – anaknya juga sering kita dengar dan lihat mengakibatkan anak tersebut menderita patah, memar maupun yang sangat yang lebih marah sampai meninggal dunia.

Dari contoh – contoh diatas merupakan dampak – dampak fisik akibat dari KDRT yang secara tidak langsung akan juga berdampak pada kondisi psikologis para koraban KDRT, (penganiayaan anak yang dilakukan orang tua) akibat yang dilakukan oleh orang tua merupakan pengalaman yang sangat negatif bagi anak. Dengan demikian, tidak mengejutkan bila banyak di antara anak –anak mengalami gangguan serius dan berlangsung dalam jangka panjang pada kesehatan psikologis, fungsi dengan hubungan sosial, dan perilaku mereka secara umum. Self Esteem yang rendah, kecemasan, perilaku merusak diri (self destructive), dan ketidakmampuan menjalin hubungan yang saling mempercayai dengan orang lain adalah efek – efek penganiayaan fisik pada masa kanak – kanak yang lazim dilaporkan (Milner dan Crouch, 1999). Pada dampak penganiayaan pada pasangan yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga, selain menimbulkan akibat fisik badaniah ( cedera yang serius. Lebih tingginya insiden penyakit fisik yang berhubungan dengan stress) dan efek yang bersifat ekonomis. Diantara efek – efek psikologis penganiayaan pasangan, depresi, kecemasan, dan self esteem yang negatif telah diidentifikasi sebgai respon yang lazim dijumpai. Selain itu, penganiayaan pasangan memiliki efek adversif terhadap hubungan antar pribadi secara umum.

Perempuan juga sering menjadi korban karena perempuan sebagai korban berada pada daerah yang rawan atau karena dianggap tidak akan berani melakukan perlawanan sebagai pembalasan yang memadai sehingga kelemahan ini sering dimanfaatkan seenaknya oleh sipelaku yang merasa dirinya lebih kuat, lebih berkuasa dari pada pihak korban. Seperti misalnya dalam keluarga, perempuan sebagai istri sering menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh suami karena istri dianggap sangat bergantung pada suami. Hal inilah yang dipakai sebagai salah satu alasan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan kekerasan yang dimaksudkan disini tidak hanya kekerasan fisik tetapi juga kekerasan psikis, kekerasan seksual atau juga penelantaran rumah tangga. Demikian pula halnya dengan kondisi perempuan sebagai buruh, pembantu rumah tangga ataupun sebagai pegawai atau karyawan yang secara individual mempunyai kedudukan yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak majikan sehingga majikan dapat melakukan tindakan seenaknya seperti penganiayaan, pebudakan dan perampasan hak asasinya, yang semua tindakan ini adalah termasuk kejahatan atau viktimisasi kriminal.



Dari penjelasan diatas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa faktor terjadinya KDRT dalam keluarga yaitu karena diantaranya takut bahwa aib keluarga ketahuan oleh orang lain dan yang paling penting bahwa masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk melapor masalah ini ke kantor polisi sehingga tidak ada nya putusan atau sanksi yang jelas bagi si pelaku KDRT tersebut dan tidak adanya perlindungan bagi si korban. Padahal apabila dilihat dari dampaknya akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya terutama bagi keluarga itu sendirinya khususnya dalam hal ini yang menjadi korban yaitu perempuan dan anak-anaknya.



0 komentar:

Posting Komentar

 
;